Tok tok tok..
Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya? Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.
“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.
“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.
Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.
Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.
“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.
“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.
Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.
“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.
“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.
HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?
“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.
“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.
“Terus? Mami kemana dong?”
“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”
Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.
“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.
“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.
Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!
“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.
Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.
THE END
Pintu itu kuketuk dengan kuat, tapi tak ada jawaban dari dalam rumah. Pandanganku beralih ke pintu belakang rumahku. Hanya berbeda ukuran dengan pintu utama. Pintu yang ini lebih kecil, tapi terkunci juga seperti pintu utama itu. Apakah tak ada orang di dalamnya? Pertanyaan itu semakin membuatku penasaran. Kuketuk pintu utama dan pintu belakang rumahku untuk yang kedua kalinya, tapi untuk kali ini tenaga yang kukeluarkan jauh lebih besar. Namun pekerjaanku sia-sia, tak ada jawaban. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa lumayan senang, kucing belang yang biasa mampir ke rumahku menjawab ‘meong’. Apapun artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, kucing itu hanya dapat berkata ‘meong’.
“Kamu tahu kemana mami dan Anggi pergi, Alright?” tanyaku pada Alright, kucing belang itu. Aku dan adikku yang memberinya nama ‘Alright’.
“Meeeoooooong...” kali ini suara meongannya terdengar lebih panjang, entah apa artinya.
“Oooh,” singkat jawabku.
Kuambil handphone yang ada di dalam tas ransel hitamku. ‘Jam setengah tiga! Oh my God, gue belum makan siang!’ Teriakku dalam hati. Perutku sudah bernyanyi lagu keroncong sejak pukul 1 siang tadi. Andai saja perutku bisa bernyanyi lagu hip hop, akan kubiarkan mereka bernyanyi sampai malam. Oh, forget it! Aku belum makan siang. Kulihat sisa uang sakuku di dalam dompet, hanya tersisa Rp 2.500,00. ‘Parah banget!’ Akupun teringat bahwa setiap hari sabtu pukul 3 siang, adikku mempunyai kegiatan bimbingan belajar di Gerejaku. Sekilas aku berpikir bahwa aku harus pergi ke Gereja untuk meminta kunci rumahku padanya. Tapi, kulihat bensin motorku. Wow! Hampir kosong! Mau bagaimana lagi? Haruskah aku menunggu disini sendiri sampai pukul 5 sore? NO WAY! Akhirnya kuputuskan untuk menyusul adikku di Gereja.
*
Sesampainya di Gereja, kulihat pemandangan sekitar. Sepi. Dimana adikku? Aku masuk ke dalamnya lalu bertemu dengan seorang bapak yang sudah biasa kutemui di Gereja setiap minggunya.
“Pak, anak-anak kelas 6 yang mau bimbel pada kemana ya? Sudah datang belum?” tanyaku pada si Bapak itu.
“Sudah, tapi mereka sedang di luar. Tunggu saja,” jawabnya padaku, lalu melanjutkan menyapu gedung Gereja.
Aku menunggu di depan teras sendirian. Kemana sih?! Aku mendengus kesal. Tiba-tiba ada suara gitar yang sedang dimainkan oleh seorang anak. Dan kedengarannya, anak itu sedang bersama teman-temannya yang lain. Akupun mencari darimana suara itu berasal. Ketemu, yess! Dengan cepat aku menghampiri adikku, Anggi.
“Mana kunci rumah? Gue belum makan siang tau! Gue bela-belain kesini buat ngambil kunci rumah, padahal bensin motor udah mau habis,” kataku sambil marah-marah.
“Dih, kunci rumah bukan di Anggi. Ada di mami,” jawabnya dengan santai lalu tertawa.
HAHAHA... Aku sudah berusaha datang ke Gereja, berharap mendapatkan kunci rumahku, lalu pulang ke rumah dan masuk ke dalamnya. Ingin marah. Tapi sudah tak ada tenaga yang tersisa. Ingin menangis. Untuk apa?
“Mami kemana? Ke Karawang ada urusan, kan?” tanyaku masih penasaran.
“Udah pulang kaliiii, hahahaha,” sepertinya Anggi tertawa puas dan secara tidak sengaja ia sedang mengejekku.
“Terus? Mami kemana dong?”
“Beli ikan di pasar buat besok arisan!”
Aaagggghhhh! Perutku makin keroncongan, kucoba untuk tetap bersabar. Dan kurelakan untuk menunggu adikku di Gereja hingga ia selesai bimbel. Tapi sampai pukul 15.30 sang guru belum juga tampak batang hidungnya. Padahal bimbel dimulai tepat pukul 15.00.
“Pulang yuk, Nggi..” rayuku pada Anggi agar ia mau pulang bersamaku.
“Nggak mau aah! Tunggu dulu,” rupanya ia menolak tawaranku untuk pulang.
Sepuluh menit kemudian, teman-teman Anggi mulai merasa bosan. Mereka ingin pulang. Ya sudah, akhirnya kami semua pulang, tanpa hasil. Hahaha!
*
“Mami udah pulang tuh, pintu depan dibuka,” kataku pada Anggi ketika sampai di depan rumah.
Kamipun masuk ke dalam rumah. Mamiku bingung, mengapa Anggi sudah pulang? Bersamaku pula? Kami pun menjelaskan semuanya. Dan aku bertanya kapan mami tiba di rumah? Ia berkata, pukul 14.50. Waaaaaa! Harusnya gue nggak usah ke Gereja segala! Tetapi, apapun jawaban mamiku, yang penting saat ini aku sudah masuk ke dalam rumahku istanaku, hahaha. Dan dengan segera aku menuju dapur. Apa yang akan kulakukan? Jawab saja sendiri.
THE END
very very funny !
BalasHapus