Sabtu, 16 Januari 2010

Faiz, teman kami yang sedang sakit


                Sepulang sekolah, kami para anggota Student In The Train memutuskan untuk menjenguk salah satu dari teman kami, Faiz. Faiz sedang sakit, dan ini merupakan kesempatan emas kami untuk mengetahui dimanakah rumahnya.

                Kami adalah Student In The Train. Sudah pasti kami akan ke rumah Faiz menggunakan kereta. Tapi kami sampai di stasiun terlalu pagi, terpaksa kami menggunakan angkot.

                Akhirnya kami tiba di depan suatu perumahan dimana tempat Faiz tinggal. Sudah kuduga, letak rumahnya sangat teramat jauh bagiku! Aku bisa dibilang ‘orang yang paling bawel kalau diajak jalan-jalan jauh’. Tapi kami harus ceria, begitupun denganku. Untung saja, kami selalu membawa kamera.

                Kami pun tiba tepat di rumah Faiz. Tapi tak seorangpun dari kami ber-6 yang memanggil ‘Faiz’. Tapi yang memanggil Faiz adalah tetangganya, bisa dibilang tetangganya sih, karena kami tidak tahu tepat siapakah ia.

                Adiknya Faiz, Alma, menyuruh kami masuk. Tapi kami hanya berkata ‘iya’. Lalu Faiz pun keluar dan berkata sesuatu yang sama seperti adiknya, Alma. Kami pun masuk. Ternyata rumahnya sedang dalam keadaan ‘kapal pecah’. Mungkin Faiz malu, sehingga ia segera merapikan rumahnya agar terlihat rapi. Kami yang merasa menjadi tamu merasa tidak enak hati, karena kami membiarkan teman kami yang sedang sakit merapikan rumah sendirian. Kami telah menyuruhnya untuk berhenti, tapi tetap saja ia meneruskan pekerjaannya itu. Beberapa dari kami segera membeli Es Doger karena haus, seingat aku ada 4 orang. Es Doger pun siap disantap. Lalu kami bertanya kepada sang penjual, berapakah harganya. Sang penjual berkata Rp 4.000,00 dengan wajah tidak meyakinkan. Kami pun bingung. Sebenarnya berapakah harga Es Doger tersebut? Rp 4.000,00 untuk harga keseluruhan atau pergelas? Aku pun bertanya kepada Alma, adiknya Faiz. Ia berkata bahwa pergelasnyaRp 1.000,00. Kami pun segera mengelus dada, pertanda aman. Tak lama kemudian Ibunya Faiz pulang dari sekolah tempat ia mengajar. Ia menyuruh kami untuk memesan bakso yang ada di depan rumah. Karena sudah dipesan, ya sudah, dimakan saja, harus dimakan! Setelah kenyang, kami menuju ke sesi pemotretan mendadak. Aku merasa tidak ada yang seru. Karena tidak ada suara yang muncul seperti suara yang terdengar dari laptopku. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang.

                Tapi sayangnya, aku dan Fadhilah, temanku, sudah lupa arah pulang. Dan menurut ayah dan ibunya Faiz, lebih baik kami pulang melewati jalan belakang, karena lebih dekat, katanya. Aku dan Fadhilah dibuat tambah pusing oleh mereka. Akhirnya Faiz mengantar kami pulang dengan mengendarai motor.

                Aku ragu kalau Faiz yang mengendarai motor, karena kondisinya bisa dikatakan belum fit. Tapi biarlah, aku hanya ingin cepat sampai di rumah. Di perjalanan pulang, kami hampir saja jatuh ke saluran air kotor, menabrak anak kecil yang sedang bermain, menabrak soang (angsa), menabrak kambing, dan sebagainya yang akan membuatku yang hampir memiliki penyakit jantung ini meninggal di motor.

                Tapi ada setengah dari kemungkinan besar keberuntungan sedang di pihak kami. Kami sampai di depan rumah Fadhilah dengan selamat tanpa ada satu anggota tubuh yang tertinggal. Tapi, satu hal yang membuatku tertawa hingga saat ini adalah saat Fadhilah turun dari motor, dan Faiz tidak kuat untuk menahan motornya! Faiz pun hampir terjatuh! Tentu saja aku juga akan terjatuh! Tapi lagi-lagi kami memang beruntung! Teman kami ini memang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit, tapi dia masih dapat menahan motor yang bisa dikatakan memiliki berat lebih berat dari berat badanku. Sungguh sedih kalau saja Faiz terjatuh dari motornya. Kalau aku? Aku bisa berjalan saja menuju rumah. Tapi Faiz? Siapa yang mau mengantar? Apakah ada?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar