Selasa, 27 Oktober 2009

Cerpen *Maaf dan Sayang*

Teng.. Teng.. Teng!
Bel pulang sekolah berbunyi menandakan murid-murid sudah diperbolehkan pulang.
“Selesai sudah! Ha... ha...” seru Molly.
Setelah itu Molly memutuskan untuk menghubungi mamanya apakah ia akan pulang malam lagi.
“Hallo... Mama nanti pulang jam berapa? … Oh, malam lagi? … enggg …”
Tut.. Tut.. Tut..
Sambunganpun terputus. Orangtua Molly memang selalu sibuk. Mereka bahkan tidak memiliki waktu untuk putri tercintanya. Mereka hanya peduli dengan bisnis.
“Mending aku ke Bella aja ah!”



*


Hari ini, telah genap umur persahabatan Molly dan Bella yang ke-4.
“Janji ya! Kita akan tetap saling terbuka satu sama lain. Nggak boleh ada rahasia-rahasiaan antara kita!” kata Bella kepada Molly.
Lalu Molly membalas perkataan Bella dengan berteriak, “Betul! Karena kita adalah …”,
“… pasangan sahabat yang paling hebat dan sangat setia sepanjang masa!!!” teriak mereka berdua dengan kompak. Lalu mereka tertawa bersama.
Bella dan Molly adalah sepasang sahabat yang sangat erat persahabatannya. Entah apa yang membuat mereka bisa seerat ini. Bella sudah menganggap Molly sebagai adikya, begitupun Molly, ia telah menganggap Bella sebagai kakaknya, walaupun sebenarnya mereka bukan saudara kandung.
Waktu itu mereka baru saja berjanji bahwa mereka akan selalu bersama. Tapi tiba-tiba salah satu dari teman mereka memanggil Molly.
“Molly!”
“Ada apa kawan?” balas Molly ramah.
“Kamu dipanggil sama Kevin. Katanya penting,” jelas temannya itu.
Molly hanya tersenyum dan berkata, “Oke! Nanti aku ke sana. Thanks yah!”. Lalu Molly berjalan menuju Bella dan menyuruh Bella untuk pulang lebih dulu, karena ia pasti akan diantar pulang oleh Kevin, pacarnya.


*


Molly menghampiri Kevin dan ia melihat sesuatu yang Nampak beda dari Kevin.
“Kevin…” sapanya pelan. Kevin pun menyadari kalau Molly sudah ada di dekatnya, lalu ia membalikkan badannya.
“Iya, Ly," jawabnya singkat. Molly bingung. Ia hanya menunggu sampai Kevin yang mulai bicara. Tiba-tiba terdengar suara Kevin, “Kamu ada acara nggak sekarang?”
“Enggak. Kenapa, Vin?” Sebenarnya Molly sudah tahu apabila Kevin bertanya padanya apakah ada acara, pasti Kevin ingin membawanya pergi jalan-jalan. Tapi untuk saat ini Molly berkata ‘tidak’. Karena ia melihat ada yang aneh dari Kevin.
“Mmm… Aku mau ngajak kamu makan siang. Mau kan? Sekalian aku mau ngomong sesuatu yang penting sama kamu,” jelas Kevin.
“Penting? Memangnya ada apa?” tanya Molly bingung. Kevin tidak menjawab pertanyaan Molly. Ia segera menarik Molly dan menyuruhnya duduk di kursi mobilnya.
Dalam perjalanan menuju restoran Molly hanya diam membisu. Entah apa yang terjadi dengan Kevin. Biasanya Kevin selalu menjawab segala pertanyaannya tanpa bosan. Tapi sekarang, Kevin hanya diam.
Sesampainya di restoran favorit Molly, Kevin segera memesankan makanan kesukaan mereka berdua. Sambil menunggu hidangannya siap saji, Kevin memulai pembicaraan.
“Molly, aku mimpi kalau kamu bakal ninggalin aku.”
Molly yang sedang minum jus alpukat tiba-tiba tersedak. “Nggak mungkin, Vin!! Kamu nggak percaya kalau aku ini sayang banget sama kamu? Jadi, kamu lebih percaya sama mimpi kamu daripada aku?!” jawab Molly kesal.
Tiba-tiba air mata Molly menetes perlahan. Hatinya ingin berteriak. Keluarganya saja sudah hampir tidak memerhatikannya. Lalu Kevin? Apakah Kevin juga akan meninggalkannya? Dan kalau begitu yang tersisa hanyalah sahabat sejatinya, Bella. Bella yang dianggap sebagai kakaknya ini sangat mengerti apa yang terjadi pada Molly. Dan Bella sanggup memberikan segala solusi untuk memecahkan masalah-masalah Molly.
Kevin memerhatikan Molly yang sedang menangis. Lalu Kevin menghapus air mata Molly menggunakan saputangannya.
“Jangan nangis, Ly. Aku percaya kamu sayang banget sama aku. Karena aku juga sayang banget sama kamu. Aku nggak akan ninggalin kamu sampai kamu yang minta. Dan kamu harus tahu, kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada untuk kamu.”
“Makasih, Vin. Kamu baik banget.”
Lalu Kevin memeluk Molly. Setelah itu mereka makan dengan lahap. Mereka sangat lapar, sampai-sampai hidangan yang tersaji habis termakan oleh mereka. Setelah selesai makan, Kevin segera mengantar Molly pulang.
Sesampainya di rumah Molly, Kevin merasakan hal yang aneh. Ia terus menatap Molly tanpa henti. Kevin merasa ini akan menjadi detik-detik terakhirnya melihat Molly tersenyum. Molly pun bingung. Apa yang terjadi pada Kevin? Keduanya pun diam membisu.
Tiba-tiba pembantu Molly membukakan pintu untuknya. “Non Molly udah pulang? Kenapa atuh nggak masuk?” tanya pembantunya heran.
Mendengar suara pembantu tersebut, Kevin dan Molly tersadar dari pikirannya masing-masing. Lalu Kevin memutuskan untuk pulang setelah berpamitan pada Molly dan pembantu Molly. Molly pun segera masuk ke dalam rumahnya.
Di kamarnya, Molly terus memikirkan apa yang terjadi pada Kevin. Dan tanpa sengaja, Molly menjatuhkan air matanya. Ia sungguh-sungguh ‘tak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Kevin.


*


Tengah malam ketika Molly sedang tertidur nyenyak, Molly mendengar ada sesuatu yang pecah, atau bahkan sengaja dipecahkan oleh seseorang yang membuat ia terbangun dari tidur lelapnya. Molly berusaha untuk membuka matanya, dan ketika ia ingin beranjak dari tempat tidurnya ia mendengar suara yang sangat ia kenal. Molly mulai menangis. Suara itu adalah suara kedua orangtuanya yang sedang bertengkar. Akhir-akhir ini mereka sering sekali bertengkar. Molly pun tidak tahu apa yang menyebabkan pertengkaran tersebut. Molly sudah tidak kuat lagi menahan teriakan hatinya. Dengan cepat ia pun berjalan ke lantai bawah untuk melerai pertengkaran orangtuanya.
“Papa! Mama! Kenapa sih berantem terus?! Nggak malu didengar tetangga? Molly tuh pusing setiap hari dengar papa dan mama berantem terus!” teriaknya marah tapi sambil menangis.
PLAK! Papanya Molly yang sedang emosi segera menampar Molly tanpa ragu setelah mendengar anaknya berani bicara seperti itu padanya.
“Anak kecil nggak usah sok ikut campur urusan orangtua! Nggak sopan!” bentak papanya.
Molly kaget! Baru kali ini ia ditampar papanya. Molly berteriak lalu menangis kencang, lalu ia berlari menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya. Tapi ketika Molly sedang berlari menaiki tangga, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sehingga ia jatuh terguling dan pingsan. Mamanya menangis histeris melihat anak tunggalnya pingsan. Mamanya langsung menyalahkan papanya Molly karena telah menampar Molly, dan tamparan itu membuat Molly terjatuh dari tangga dan pingsan.


*


Keesokan harinya, seperti biasa Kevin datang ke rumah Molly untuk pergi sekolah bersama. Lalu Molly segera beranjak ke mobil Kevin setelah berpamitan pada pembantunya. Molly tidak berpamitan pada orangtuanya karena mereka sudah berangkat dini hari sebelum Molly bangun.
“Selamat pagi cinta,” sapa Kevin kepada pacar tersayangnya itu.
“Pagi juga, Vin,” jawab Molly lemas.
“Kamu kenapa, Ly?” tanya Kevin heran. Tidak biasanya Molly sesedih ini. Kevin takut terjadi apa-apa pada Molly. Dan Kevin tahu, apabila Molly sudah berdiam diri, ia tak’kan bicara sepatah kata pun untuk menceritakan masalahnya. Walaupun Bella yang bertanya.
“Aku nggak apa-apa, Vin. Cuma capek aja,” jawab Molly. Lalu Molly mencoba tersenyum untuk meyakinkan Kevin bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
Beberapa menit kemudian mereka tiba di sekolah. Kevin membukakan pintu mobilnya untuk Molly, dan Molly pun turun. Tiba-tiba Kevin melihat seperti ada bekas tamparan di pipi kiri Molly.
“Pipi kamu kenapa, Ly?” tanya Kevin cemas.
“Nggak apa-apa kok! Udah, tenang aja ya,” jawab Molly meyakinkan.
Jam pelajaran pun dimulai. Molly berusaha keras untuk tetap dapat konsentrasi pada pelajarannya. Hingga di akhir jam pelajaran Molly merasa pusing. Ia tidak dapat berpikir lagi. Lalu guru bahasa Jerman Molly pun menyuruh salah satu dari teman-teman Molly untuk mengantar Molly ke UKS. Bella pun segera membantu Molly berjalan menuju UKS.
Dalam perjalanan menuju UKS, ketika mereka sedang menuruni tangga, Molly merasa kepalanya sangat berat. Semuanya gelap dan berputar kencang. Molly merasa mual. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa mualya. Molly terjatuh duduk di tangga lalu muntah. Molly menangis, badannya sudah sangat lemas. Bella menjadi ikut sedih melihat sahabatnya sakit seperti itu. Kevin yang kebetulan sedang olahraga di lapangan segera berlari ke arah dimana Molly dan Bella berada. Kevin segera membawa Molly ke UKS. Bella mengikuti Kevin dari belakang sambil menangis.
Di UKS, setelah Molly agak enak badan ia berkata, “Bella, thanks banget kamu udah jadi kakak aku yang paling baik. Menurutku, kamu lebih baik dari papa mama aku. And buat Kevin, mimpi kamu benar, Vin…”
“Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?! Kamu nggak akan ninggalin aku kan?” tanya Kevin bingung.
“Aku nggak kuat lagi, Vin, Bell,” kata Molly pasrah.
“Kamu kuat, Ly! Kamu bisa! Aku, Kevin, dan orangtua kamu pasti akan selalu mendukung kamu, Ly!” kata Bella.
Orangtua?! Molly merasa tersindir ketika mendengar kata ‘orangtua’. Ia merasa tidak mempunyai orangtua. Mereka tidak pernah peduli padanya lagi. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
“Aku akan berusaha,” jawab Molly meyakinkan diri sendiri.
Mereka bertigapun tersenyum. Dan setelah mendapat izin dari guru, Bella dan Kevin sepakat untuk menemani Molly di UKS sampai jam pulang sekolah.
Bel pulang pun berbunyi. Kevin dan Bella membantu Molly untuk berjalan ke tempat parkir. Ketika sedang berjalan menuju tempat parkir, beberapa siswa yang lain sedang berlarian dan tidak sengaja menyenggol Molly. Waktu itu ada sebuah sepeda motor sedang melintas di depan mereka, akhirnya Molly tertabrak sepeda motor tersebut lalu jatuh ‘tak berdaya. Bella berteriak sekeras mungkin. Kevin tidak rela kekasih hatinya mengalami kejadian tersebut. Ia segera menghampiri siswa yang tadi berlari menyenggol Molly. Lalu sebuah pukulan yang sangat mematikan melayang ke pipi kiri siswa tersebut.
Mereka pun segera membawa Molly ke Rumah Sakit terdekat. Kevin mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimal. Sepanjang perjalanan, Bella hanya menangis. Tapi Bella tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus menghubungi orangtua Molly! Orangtua Molly harus tahu apa yang terjadi pada Molly.
Sesampainya di Rumah Sakit, Molly segera dibawa ke ruang ICU. Saat itu, Molly sempat koma selama 3 jam. Kevin dan Bella sangat cemas menunggu kabar baik tentang Molly. Belum lagi orangtua Molly yang sampai saat ini ‘tak kunjung datang untuk melihat anaknya.
Satu jam kemudian orangtua Molly tiba di Rumah Sakit dengan muka yang sangat cemas. Mamanya Molly berkata, “Gimana keadaan Molly? Tadi kami masih banyak urusan, jadi baru bisa datang sekarang.” Bella dan Kevin nggak habis pikir. Sudah tahu anaknya koma, tapi masih saja sibuk dengan bisnis!
Beberapa menit kemudian Molly mulai sadar. Ia melihat kedua orangtuanya ada di dekatnya. Tapi Molly malah memalingkan wajahnya dari mereka. Air matanya berjatuhan membasahi bantal di tempat tidurnya. Kevin tidak bisa melihat Molly seperti itu. Kevin segera memeluk Molly untuk menenangkannya.
Bella berkata pelan, “Molly, itu orangtua kamu datang. Mereka masih peduli sama kamu. Kenapa kamu nggak mau lihat mereka?”
Aku mau! Jerit Molly dalam hatinya. Tapi kalau aku melihat mereka aku akan menangis kencang! Dan akau nggak mau menangis di depan mereka. Aku nggak mau dibilang anak kecil terus!
“Molly...” sapa mamanya lembut.
“Maafkan papa dan mama yang selama ini hanya sibuk dengan urusan bisnis. Sampai-sampai kami tidak memerhatikan kamu lagi. Kamu anak tunggal papa dan mama. Nggak mungkin kami nggak sayang sama Molly. Anak mama yang cantik, pintar, baik, rajin, penurut, dan masih banyak yang bisa mama dan papa banggain dari kamu. Kami baru sadar kalau kami sering tidak peduli sama kamu. Tapi kamu harus tahu Molly sayang. Papa dan mama akan selalu sayang sama kamu sampai kapanpun,” jelas orangtuanya. Lalu mereka memeluk Molly.
Molly pun membalas pelukan mereka. Molly merasa kehangatan itu muncul lagi. Keluarga yang saling mengerti satu sama lain. Kini ia merasakannya lagi!
“Terima kasih ma, pa! Molly sayang kalian! Molly janji, Moll – ly ja jan janji…” kata Molly terbata-bata dengan nafas yang sudah mulai sesak.
“Molly nggak akan kayak anak kecil lagi,” katanya untuk yang terakhir kali.
Janji tinggal janji. Kini Molly telah pergi. Orangtuanya sangat menyesal tidak pernah peduli pada anak tunggalnya itu. Bella, sahabat sejatinya, terus berteriak dan menangis histeris sambil memeluk Molly. Dan Kevin, ia marah! Mengapa ia harus mendapatkan mimpi itu?! Dan mengapa mimpinya harus menjadi nyata?!
Lalu Bella melihat ada sesuatu di tas Molly. Dan ternyata sebuah puisi. Bella pun membacakannya :
"Maafkan aku...
Tak bisa kulepaskan...
Sifat kekanak-kanakkanku...
Itu menyenangkan...
Tapi bagimu memalukan!


Maafkan aku...
Tak dengar apa katamu...
Untuk mengubah diriku...
Menjadi seperti yang kau mau...


Maafkan aku...
Maafku untuk orangtuaku...
Jangan paksa aku...
Aku belum dewasa...
Aku masih kecil...
Bocah ingusan yang tak tahu apa-apa...


I’m so sorry...
I LOVE YOU... MOM AND DAD!!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar